Ketika Pena ku mulai bergerak lagi

Aku adalah aku...
Aku tidak memiliki aku....
Identitasku sebagai mahasiswa, anak dari orang tua ku...
Sebagai masyarakat dari desaku....
Aku telah memikirkan segala sesuatu yang bermakna itu dari dulu namun aku tahu baru hari ini 12-09-2015 bahwa yang telah aku pikirkan dan aku jalani itu bermakna dan filosofis. Sungguh takdir cinta yang indah. Aku yakin bahwa hari ini bukanlah kebetulan. Namun lembaran-lembaran catatan ini telah direncanakan-Nya.
Aku baru menyadari bahwa konsep hidup, kearifan lokal telah ada dalam darah daging hanya saja aku tak berani untuk eksis. Aku pikir bahwa itu kesalahan pola pikir dalam jati diri ku namun tidak. Itu semua adalah pengaruh dari kapitalisme yang telah menggerogoti pemikiran ku sehingga aku terjerumus dalam kebingungan yang luar biasa membuatku tak kenal siapa aku.
Kurang percaya diri dan minder membuatku mudah terpengaruh oleh dunia kemewahan kota metropolitan, ketenaran apalah macamnya itu. Sungguh ironi sudah 19 tahun ini baru sadar akan hal itu. Namun aku bersyukur karena aku diberikan kesadaran itu sekarang dari pada menunggu bertahun-tahun lagi.
Menyadari apa?
Agama itu terletak dalam ketenangan hati. Bukan pakaian luar, agama itu letaknya di dalam dan dikelurakan dalam bentuk lain. Agama adalah kompor  untuk memasak sesuatu. Sedangkan yang disuguhkan adalah makanannya. Selalu kupaksa untuk berpakaian alim. Namun aku selalu biasa-biasa saja supaya tidak dikira alim beneran aku pikir bahwa usahaku untuk menjadi muslimah yang sejati hanya setengah-setengah saja tidak totalitas. Namun pemikiran itu salah bahwa sesungguhnya orang yang memiliki kehormatan tinggi terhadap agamanya adalah orang yang mampu menyembunyikan kealimannya.
Agama adalah pedoman hidup ini namun agama tidak perlu ditonjolkan. Dia adalah alat masak, bumbu-bumbu kehidupan yang dijadikan satu untuk membuat makanan yang terlihat estetikanya, tercium aroma harumnya sehingga agama dapat menentramkan banyak orang (universal) tidak hanya satu kaum saja.


_M_
_M_

_12-09-2015_

p1

A letter in the past

Membuka memori lama, kutemukan secarik kertas di lemari. Kertas tersebut mengutarakan isi hatiku yang sedang kosong dan kebingungan.

Ketika kita sadar bahwa iman kita sudah luntur. Kita mencari-cari apa saja gerangan yang dapat membuat diri kita bangkit lagi. Ketika kita mulai dalam ruang lingkup nyaman, mulailah si bayangan gelap mendekat, meracuni, membelai , dan berbisik dengan lembut, mengambil alih sebagian besar hati kita untuk mengikut kepadannya. Terbawa dalam kronologi hasutan si bayangan gelap dengan nyaman dan pasti kita telah dibutakan olehnya . Perlahan-lahan hati mulai tertutup, taksadar kita telah berada dalam black hole yang sangat membahayakan ruh kita. Keterpurukan mulai datang seperti hujan turun, Disitulah kita berada tergeletak tanpa arah dan tujuan pasti serta pasrah dengan keadaan. Akankah kita mau mengakhiri mozaik kehidupan ini dengan sebuah kenistaan, kekejian, kebobrokan jiwa ?
Tidak ada satupun manusia yang mau hidupnya berakhir dalam penuh kehinaan. Hanya orang yang putus asa yang segan mau menjawab pertanyaan seperti itu. Orang-orang seperti mereka adalah orang-orang yang sudah tidak mau menghiasi hidupnya dengan warna pelangi. Mereka hanya berfikir bahwa dengan menyerahkan diri, jiwa, dan ragamereka dapat terbebas dari belitan masalah.

Hanya kepada sang Rab-lah kita harus berteduh dalam naungan-Nya. Ingatlah bahwa sang Ilahi sangat sayang kepad kita. Dia selalu memantau setiap gerak gerik perbuatan kira. Sang pencipta langit dan bumi telah membuat rahasia atas setiap mozaik insannya di bawah langit ini. Mozaik indah yang didapatkan oleh insan-insan yang memiliki hati yang bersih. Kebersihan, keheningan hati disini bak bunga yang sedang mekar harum mewangi menyebar ke setiap penjuru kota hadiah yang sangat tak terkira, karena insan kamil  tak mau berprasangka buruk samapi menggunjing kepada orang lain. Inilah kebersihan dan kemurnian yan gmenjadi sifat kekasih sang –Rabb. Dalam suka duka insan tetap dzikrul lillah senantiasa mengirim surat kepada Nya. Walau rintangan menghadang, hujan badai, angin Haiyyan menyapu bersih pulau-pulau keimanan tetap kuat diikat dengan tali syahadat tali yang terdiri dari pilinan tasbih, tahmid, takbir senantiasa memperkuat tali keimanan insan. Keimanan yang bermodalkan hati bersih dan putih. Namun begitu sulit dilakukan karena level kebeningan hati ada pada peringkat pertama di tengah perjalanan menuju puncak hati banyak bayangan gelap mengelabuhi menyamar sebagai kawan, sahabat pena. Apalagi, nafsu yang tak terkendali memaksa kita untuk putus tali dari Nya. Begitu beratnya hidup ini, aku hanya ingin mencari kebenaran hidup!!!!

p1

To be a reporter...

Menjadi seorang reporter adalah imipianku sejak aku duduk di bangku SD. Hal ini karena seringnya aku menonton acara televisi "Jejak Petualang" yang menyuguhkan begitu pawai dan berani seorang reporter perempuan menjelajahi nusantara ini. Sempat aku mengikuti dunia jurnalistik saat aku duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Meskipun aku belum bisa aktif dalam organisasi ini, tapi aku mendapatkan bekal dan pengalaman mewawancarai orang-orang mulai dari teman, guru sampai Kepala Sekolah.

Pernah sekali Ibu bertanya padaku, Ingin jadi apa kau kelak nanti? Dengan tegas aku menjawab? "Reporter bu, aku ingii keliling nusantara bahkan luar negeri". Kau tahu apa respon ibuku. Dengan wajah penuh harapan senyum-senyum sendiri. Beliau memberikan jawaban yang tak pernah aku harapkan. Tolakanlah yang aku dapatkan. Nasihatnya padaku bahwa aku ini anak perempuan kelak menjadi istri yang akan mengurus anak-anak. Jika aku ini berkelana terus siapa yang akan mengurus anakmu kelak. Jangan kau timpakan anak-anakmu pada ibu. Ibu sudah tua renta otot-otot makin lenyu dan tulang-tulang makin rapuh.
Tegakah kau menyuruhku untuk mengurusi anak-anakmu.

Mendengar nasihat ibu, memang ada benarnya tapi aku menimpali bahwa aku akan berhenti jika aku kelak mengandung buah hatiku. Aku pun tak akan menyuruh ibu untuk mengurusinya tapi aku hanya meminta ibu untuk mengawasinya saja. Aku berusaha meyakinkannya meskipun beliau tetap tidak memperbolehkan. Oleh karena itu aku bingung ketika ditanya di kemudian hari hendak jadi apa kau? Karena aku merasa cita-cita yang satu tadi tidak mungkin kesampaian tanpa izin sang ibu. Aku pun tak tahu ingin jadi apa lagi selain itu.

Ketika tahu aku  diterima di jurusan Psikologi, penasaran pun menjadi hal yang aku pikirkan. Apa yang sedang Allah rencanakan untuk ku. Meskipun kata guru ngaji dalam menuntut ilmu tidak boleh memikirkan kelak jadi apa hanya bisa ikhlas dalam menuntut ilmu, karena pasti Allah memberikan jalan. Hal ini terabaikan oleh ku karena menurutku kelak jadi apa memanglah harus dipikirkan di awal supaya perjalanan kita terarah untuk mencapai hal itu. Ketika diakhir kita tak mendapatkannnya itu sudah rencana lain yang diatur oleh Allah. Tugas kita hanya ikhtiar. Ingat aku pernah berpesan sebelumnya tentang genggaman tangan kita. Bahwa tak seluruh telapak tangan tertutupi kepalan tangan kita. Masih ada garis tangan yang terlihat itulah kuasa Allah.

Ketika aku tahu bahwa orang jurusan psikologi sangat dibutuhkan di berbagai segi kehidupan bahkan wartawan juga bisa. Contoh nya dalam menghadapi korban bencana wartawan yang mengerti psikologi memiliki cara tertentu untuk mendapatkan informasi tanpa menimbulkan tekanan. Dari sini aku mulai mengerti bahwa semua itu pasti ada jalannya. Aku semangat lagi untuk memperdalam ilmu yang aku ambil ini dan masalah kelak jadi apa kita lihat saja nanti. Tapi yang terpenting aku tahu bahwa kemungkinan untuk aku jadi reporter masih ada.

Seorang wartawan yang menguasai ilmu psikologi, seperti apa ya itu. ....
tunggu kisah selanjutnya.....


p1

Beginning from Zero....

Hai sobat-sobat .....
Hari ini aku mulai ngeblog lagi. Aku memutuskan untuk mulai lagi ngeblog di musim liburan ini sambil mengisi kekosongan dan mulai berkreasi. Aku akan menuliskan 1001 mimpi dalam blog ini. Untuk apa hal itu lakukan supaya ada pengingat tentang cita-cita yang harus aku capai karena sering aku bermimpi namun hanya khayalan saja , hanya lewat. Tidak pernah terwujud karena lupa. Tak pernah aku tulis semua mimpi-mimpi besar itu. 
Aku pun merasa tidak ada tempat untukku mengutarakan semua keinginan ku. Ibu berkata bahwa kamu sudah besar jadi kamu harus pandai dalam mengambil setiap keputusan dalam hidupmu. Ustadz ku pun berkata jangan terlalu banyak bicara apalagi sama teman cewek. Boleh banyak bicara ketika memanga kamu ada masalah dan meminta solusi untuk masalahmu. Itu saja nggak lebih karena fakta memang bahwa kalau cewek-cewek lagi ngobrol memang kemana-mana. Jadi kalau seperti ini aku harus mengutarakan semuanya kemana ketika mau bilang orang tua kan udah besar mau bilang temen nanti malah ngerumpi. ya paling sip aku tuang dalam kreasi tulis menulis di blog impian ini. 
Banyak hal yang aku dapatkan dari perjalanan hidup ku selama 18 tahun ini. Sungguh indah memang menjadi anak ragil atau bungsu. Semua sayang sama aku seluruh keluarga tanpa terkecuali itu sih menurutku.
Kusyukuri tiap jengkal rezeki yang diberikan oleh sang Rabb yang telah  memberikan aku keluarga begitu baik dan dermawan. Tak kulupakan sosok ibu yang begitu mengesankan bagiku. Beliau adalah sosok pahlawan terdekat ku. Meskipun cita-citanya menjadi guru kandas di tengah jalan karena tak ada biaya sekolah. Bagiku ibu lah sosok guru sebenarnya dalam hidup ini. Beliau memberikan ilmu-ilmu kekeluargaan. Bagaimana memasak, mencuci, menyetrika, merawat rumah, adab dan sopan santun, berbahasa jawa yang sopan, yang tak kudapatkan di sekolah. Hal yang membuat bangga keputusan ibu dalam setiap masalah dalam keluarga kecil maupun besar. Memang patut ditiru keberaniannya menurutku aku tak perlu jauh-jauh untuk belajar kesetaraan gender karena aku melihat peran ibu yang begitu besar dalam keluarga ini. 
Bangga ketika setiap pergi ke toko baju maupun pasar ibu selalu ditanya oleh orang-orang ngasto teng pundi? maksudnya ngajar dimana atau jadi guru dimana? 
Ibu itu meskipun nggak bisa melanjutkan sekolah lebih tinggi seperti yang ibu inginkan, ibuku sudah terlihat seperti ibu guru. Mungkin wibawa, cara bicara, dan sopan santun dalam percakapan yang membuat persepsi orang-orang mengira ibuku adalah seorang guru. 
Beliau bekerja keras dan menyayangi aku karena ibu ingin aku menjadi orang yang sukses, tak seperti ibuku yang terputus sekolahnya. Ibuku menyimpan harapan besar padaku. Apakah pundak ini tak merasakan ya-Allah. Ketika menyadari bahwa beban yang harus aku emban sangat besar lebih besar dari kerja keras ibuku maka aku memang harus berubah agent of change . Tentunya mengarah kepada kebaikan. 
Kuputuskan untuk bersekolah di luar kota. Merantau ke kota Malang, aku menjauh dari keluarga supaya jauh dari kenyamanan pernah aku membaca buku karangan Ahmad Rifai Rifan bahwasanya merantaulah karena tempat nyaman akan mematikan potensimu. Hal ini yang membuatku berani mengambil keputusan dan berusaha meyakinkan ibuku. 
Alhamdulillah namaku ada dalam daftar mahasiswa baru yang terseleksi di Fakultas Psikologi UIN Malang. Bukankah hal itu adalah suatu hal yang begitu menggembirakan. Tak terkira orang tuaku menebar senyum bahagia. Berita gembira ini tak kurasakan seorang, semua keluarga terlihat perbedaannya. Semua masalah seakan enteng  wajah-wajah kusut di rumah karena banyak masalah segera refresh melihat dalam keluarga ini akulah satu-satunya anak yang dapat meneruskan ke jenjang perguruan tinggi. 
Mulai sekarang aku akan tuliskan mimpi-mimpi besarku, dan aku akan berusaha sekuat tenaga untuk mencapainya. Bismillah...
Hai sobat-sobat...
mungkin cerita ku ini membosankan menurut kalian tapi hal ini adalah takdir yang luar biasa yang diberikan sang Rabb pada ku. Dengan mensyukuri segala yang diberi menurutku membuat hidupmu ini semakin indah. sekian dulu ya pengantar perjalanan hidupku dalam rantauan. 
  

p1