To be a reporter...

Menjadi seorang reporter adalah imipianku sejak aku duduk di bangku SD. Hal ini karena seringnya aku menonton acara televisi "Jejak Petualang" yang menyuguhkan begitu pawai dan berani seorang reporter perempuan menjelajahi nusantara ini. Sempat aku mengikuti dunia jurnalistik saat aku duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Meskipun aku belum bisa aktif dalam organisasi ini, tapi aku mendapatkan bekal dan pengalaman mewawancarai orang-orang mulai dari teman, guru sampai Kepala Sekolah.

Pernah sekali Ibu bertanya padaku, Ingin jadi apa kau kelak nanti? Dengan tegas aku menjawab? "Reporter bu, aku ingii keliling nusantara bahkan luar negeri". Kau tahu apa respon ibuku. Dengan wajah penuh harapan senyum-senyum sendiri. Beliau memberikan jawaban yang tak pernah aku harapkan. Tolakanlah yang aku dapatkan. Nasihatnya padaku bahwa aku ini anak perempuan kelak menjadi istri yang akan mengurus anak-anak. Jika aku ini berkelana terus siapa yang akan mengurus anakmu kelak. Jangan kau timpakan anak-anakmu pada ibu. Ibu sudah tua renta otot-otot makin lenyu dan tulang-tulang makin rapuh.
Tegakah kau menyuruhku untuk mengurusi anak-anakmu.

Mendengar nasihat ibu, memang ada benarnya tapi aku menimpali bahwa aku akan berhenti jika aku kelak mengandung buah hatiku. Aku pun tak akan menyuruh ibu untuk mengurusinya tapi aku hanya meminta ibu untuk mengawasinya saja. Aku berusaha meyakinkannya meskipun beliau tetap tidak memperbolehkan. Oleh karena itu aku bingung ketika ditanya di kemudian hari hendak jadi apa kau? Karena aku merasa cita-cita yang satu tadi tidak mungkin kesampaian tanpa izin sang ibu. Aku pun tak tahu ingin jadi apa lagi selain itu.

Ketika tahu aku  diterima di jurusan Psikologi, penasaran pun menjadi hal yang aku pikirkan. Apa yang sedang Allah rencanakan untuk ku. Meskipun kata guru ngaji dalam menuntut ilmu tidak boleh memikirkan kelak jadi apa hanya bisa ikhlas dalam menuntut ilmu, karena pasti Allah memberikan jalan. Hal ini terabaikan oleh ku karena menurutku kelak jadi apa memanglah harus dipikirkan di awal supaya perjalanan kita terarah untuk mencapai hal itu. Ketika diakhir kita tak mendapatkannnya itu sudah rencana lain yang diatur oleh Allah. Tugas kita hanya ikhtiar. Ingat aku pernah berpesan sebelumnya tentang genggaman tangan kita. Bahwa tak seluruh telapak tangan tertutupi kepalan tangan kita. Masih ada garis tangan yang terlihat itulah kuasa Allah.

Ketika aku tahu bahwa orang jurusan psikologi sangat dibutuhkan di berbagai segi kehidupan bahkan wartawan juga bisa. Contoh nya dalam menghadapi korban bencana wartawan yang mengerti psikologi memiliki cara tertentu untuk mendapatkan informasi tanpa menimbulkan tekanan. Dari sini aku mulai mengerti bahwa semua itu pasti ada jalannya. Aku semangat lagi untuk memperdalam ilmu yang aku ambil ini dan masalah kelak jadi apa kita lihat saja nanti. Tapi yang terpenting aku tahu bahwa kemungkinan untuk aku jadi reporter masih ada.

Seorang wartawan yang menguasai ilmu psikologi, seperti apa ya itu. ....
tunggu kisah selanjutnya.....


p1

Beginning from Zero....

Hai sobat-sobat .....
Hari ini aku mulai ngeblog lagi. Aku memutuskan untuk mulai lagi ngeblog di musim liburan ini sambil mengisi kekosongan dan mulai berkreasi. Aku akan menuliskan 1001 mimpi dalam blog ini. Untuk apa hal itu lakukan supaya ada pengingat tentang cita-cita yang harus aku capai karena sering aku bermimpi namun hanya khayalan saja , hanya lewat. Tidak pernah terwujud karena lupa. Tak pernah aku tulis semua mimpi-mimpi besar itu. 
Aku pun merasa tidak ada tempat untukku mengutarakan semua keinginan ku. Ibu berkata bahwa kamu sudah besar jadi kamu harus pandai dalam mengambil setiap keputusan dalam hidupmu. Ustadz ku pun berkata jangan terlalu banyak bicara apalagi sama teman cewek. Boleh banyak bicara ketika memanga kamu ada masalah dan meminta solusi untuk masalahmu. Itu saja nggak lebih karena fakta memang bahwa kalau cewek-cewek lagi ngobrol memang kemana-mana. Jadi kalau seperti ini aku harus mengutarakan semuanya kemana ketika mau bilang orang tua kan udah besar mau bilang temen nanti malah ngerumpi. ya paling sip aku tuang dalam kreasi tulis menulis di blog impian ini. 
Banyak hal yang aku dapatkan dari perjalanan hidup ku selama 18 tahun ini. Sungguh indah memang menjadi anak ragil atau bungsu. Semua sayang sama aku seluruh keluarga tanpa terkecuali itu sih menurutku.
Kusyukuri tiap jengkal rezeki yang diberikan oleh sang Rabb yang telah  memberikan aku keluarga begitu baik dan dermawan. Tak kulupakan sosok ibu yang begitu mengesankan bagiku. Beliau adalah sosok pahlawan terdekat ku. Meskipun cita-citanya menjadi guru kandas di tengah jalan karena tak ada biaya sekolah. Bagiku ibu lah sosok guru sebenarnya dalam hidup ini. Beliau memberikan ilmu-ilmu kekeluargaan. Bagaimana memasak, mencuci, menyetrika, merawat rumah, adab dan sopan santun, berbahasa jawa yang sopan, yang tak kudapatkan di sekolah. Hal yang membuat bangga keputusan ibu dalam setiap masalah dalam keluarga kecil maupun besar. Memang patut ditiru keberaniannya menurutku aku tak perlu jauh-jauh untuk belajar kesetaraan gender karena aku melihat peran ibu yang begitu besar dalam keluarga ini. 
Bangga ketika setiap pergi ke toko baju maupun pasar ibu selalu ditanya oleh orang-orang ngasto teng pundi? maksudnya ngajar dimana atau jadi guru dimana? 
Ibu itu meskipun nggak bisa melanjutkan sekolah lebih tinggi seperti yang ibu inginkan, ibuku sudah terlihat seperti ibu guru. Mungkin wibawa, cara bicara, dan sopan santun dalam percakapan yang membuat persepsi orang-orang mengira ibuku adalah seorang guru. 
Beliau bekerja keras dan menyayangi aku karena ibu ingin aku menjadi orang yang sukses, tak seperti ibuku yang terputus sekolahnya. Ibuku menyimpan harapan besar padaku. Apakah pundak ini tak merasakan ya-Allah. Ketika menyadari bahwa beban yang harus aku emban sangat besar lebih besar dari kerja keras ibuku maka aku memang harus berubah agent of change . Tentunya mengarah kepada kebaikan. 
Kuputuskan untuk bersekolah di luar kota. Merantau ke kota Malang, aku menjauh dari keluarga supaya jauh dari kenyamanan pernah aku membaca buku karangan Ahmad Rifai Rifan bahwasanya merantaulah karena tempat nyaman akan mematikan potensimu. Hal ini yang membuatku berani mengambil keputusan dan berusaha meyakinkan ibuku. 
Alhamdulillah namaku ada dalam daftar mahasiswa baru yang terseleksi di Fakultas Psikologi UIN Malang. Bukankah hal itu adalah suatu hal yang begitu menggembirakan. Tak terkira orang tuaku menebar senyum bahagia. Berita gembira ini tak kurasakan seorang, semua keluarga terlihat perbedaannya. Semua masalah seakan enteng  wajah-wajah kusut di rumah karena banyak masalah segera refresh melihat dalam keluarga ini akulah satu-satunya anak yang dapat meneruskan ke jenjang perguruan tinggi. 
Mulai sekarang aku akan tuliskan mimpi-mimpi besarku, dan aku akan berusaha sekuat tenaga untuk mencapainya. Bismillah...
Hai sobat-sobat...
mungkin cerita ku ini membosankan menurut kalian tapi hal ini adalah takdir yang luar biasa yang diberikan sang Rabb pada ku. Dengan mensyukuri segala yang diberi menurutku membuat hidupmu ini semakin indah. sekian dulu ya pengantar perjalanan hidupku dalam rantauan. 
  

p1